hamburger-menu.png
next-button.png

TERIMA KUNJUNGAN KOMISI II DPR RI, PEMPROV KALBAR SIAP OPTIMALKAN POTENSI DAN PENDAPATAN DAERAH

Wednesday, 7 May 2025

adpim@kalbarprov.go.id

No : 253 /RO-ADPIM/2025

Ket : Publish

 

TERIMA KUNJUNGAN KOMISI II DPR RI, PEMPROV KALBAR SIAP OPTIMALKAN POTENSI DAN PENDAPATAN DAERAH

 

PONTIANAK - Gubernur Kalimantan Barat, Drs. H. Ria Norsan, M.M., M.H. bersama Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Krisantus Kurniawan, S.IP., M.Si. melaksanakan pertemuan dalam rangka Kunjungan Kerja spesifik Komisi II DPR RI terkait pengawasan terkait pelaksanaan dan penyelenggaraan BUMD dan BLUD serta evaluasi HGU, HGB dan HPL di Provinsi Kalimantan Barat pada masa persidangan III Tahun Sidang 2024-2025 di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Rabu (7/5/2025).

 

Rapat kunjungan kerja spesifik Komisi II DPR RI dihadiri langsung Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima dan Anggota serta dihadiri Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat, dr. Harisson, M.Kes., Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN, Bupati / Walikota se Kalimantan Barat, Pimpinan BUMD, Instansi terkait, Kepala Perangkat Daerah dilingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.

 

Kunjungan Kerja Spesifik tersebut dalam rangka meninjau langsung pelaksanaan dan penyelenggaraan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) serta mengevaluasi konflik pertanahan yang masih marak terjadi di sejumlah wilayah di Kalimantan Barat.

 

"Tujuan kunjungan kerja yang kami lakukan ini untuk mendalami berbagai isu strategis terkait tata kelola BUMD, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), serta pengelolaan Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di Kalimantan Barat," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Arya Bima saat melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Pemprov Kalbar.

 

Arya mengatakan pada kesempatan itu pihaknya mendengarkan langsung dari para pemangku kepentingan di daerah agar dapat memperoleh data yang faktual dan realistis. 

 

"Masukan yang kami terima akan menjadi bahan pembahasan lanjutan di DPR," tuturnya.

 

Dalam pemaparannya, Arya menyoroti masih rendahnya kontribusi BUMD dan BLUD terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).  Ia menyebutkan sejumlah persoalan seperti tata kelola yang belum maksimal, minimnya kompetensi sumber daya manusia, serta lemahnya pembinaan dan pengawasan internal maupun eksternal.

 

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, dari 546 daerah di Indonesia, sebanyak 493 daerah tergolong memiliki kapasitas fiskal lemah dan masih sangat bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat.

 

"Desentralisasi fiskal dan kemandirian daerah harus diperkuat. BUMD seharusnya mampu berkontribusi signifikan terhadap PAD dan menjadi instrumen pelayanan publik yang kompetitif," harapnya.

 

Terkait hal itu, Komisi II DPR RI mendorong pembentukan Direktorat Jenderal BUMD di bawah Kementerian Dalam Negeri. Unit ini nantinya akan bertugas mengkoordinasikan kebijakan nasional terkait pembinaan, pengawasan, dan evaluasi kinerja BUMD secara terintegrasi. Menjadi hal yang penting untuk memastikan BUMD dapat berkontribusi pada perekonomian daerah.

 

Selain isu BUMD, Komisi II DPR RI juga menyoroti konflik pertanahan yang terus terjadi di Kalimantan Barat. Arya menyebut ketimpangan penguasaan tanah masih menjadi persoalan serius di Indonesia. 

 

Menurutnya, data Konsorsium Pembaruan Agraria menunjukkan sekitar 68 persen lahan di Indonesia dikuasai oleh satu persen kelompok pengusaha dan korporasi besar.

 

"Konflik tanah yang mencuat di berbagai daerah, termasuk Kalbar, perlu ditindaklanjuti dengan pendekatan yang adil dan berpihak pada rakyat," kataya.

 

Komisi juga II menyoroti sejumlah kasus pertanahan di Kalbar, di antaranya konflik antara PT Minamas dengan masyarakat Pelanjau Malah, Ketapang, atas lahan seluas 1.600 hektar, serta sengketa tanah ulayat masyarakat Dayak di Desa Merimbang Jaya, Kecamatan Sandai, yang dikuasai PT Prakarsa Tani Sejati tanpa izin sah.

 

Mereka juga menekankan pentingnya peninjauan kembali izin-izin HGU, HGB, dan HPL yang berpotensi menimbulkan konflik, serta mendorong agar pengelolaan lahan dilakukan secara transparan, adil, dan berpihak pada kepentingan masyarakat lokal.

 

Seluruh masukan, data, dan pertanyaan yang telah disampaikan oleh Komisi II akan menjadi bahan pembahasan internal dan dijadikan dasar dalam rapat kerja bersama kementerian dan lembaga terkait di tingkat pusat.

 

"Semua jawaban yang kami terima akan kami bahas secara mendalam di Komisi II. Jika perlu, hasil dari kunjungan ini akan kami tindak lanjuti melalui rapat kerja bersama Kementerian Dalam Negeri dan lembaga terkait lainnya," kata Arya.

 

Pada kesempatan yang sama, Gubernur Kalimantan Barat, Drs. H. Ria Norsan menyatakan pertemuan ini sangat penting dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan mendukung kemajuan bangsa pada umumnya dan Kalimantan Barat khususnya.

 

Dalam kesempatan itu, Ria Norsan juga menyampaikan bahwa pemerintah provinsi telah merangkum berbagai pertanyaan dari anggota Komisi II DPR RI dan menyiapkan jawaban tertulis yang akan disampaikan kepada pihak legislatif.

 

Tak hanya itu, Orang nomor satu di Kalimantan Barat juga berharap kunjungan dan pertemuan hari ini dapat membawa manfaat dan berkah bagi masyarakat Kalimantan Barat, terutama dalam penyelesaian berbagai persoalan terkait tata kelola pertanahan dan optimalisasi peran BUMD dalam pembangunan daerah. 

 

Kemudian Ria Norsan menegaskan kepada pelaku usaha terutama plasma harus melibatkan masyarakat dalam pengoperasionalannya. Bagi perusahaan yang belum tersertifikasi Hak Guna Usaha untuk segera mengusulkan HGU nya.

 

“Nah itu yang saya minta kepada masyarakat, kemudian juga dalam meningkatkan badan usaha milik daerah, seperti yang kita miliki saat ini seperti Bank Kalbar, Jamkrida, PT. Aneka Usaha supaya ditingkatkan untuk dapat meningkatkan PAD yang ada di Kalimantan Barat,” jelas Norsan.

 

Menurutnya, perusahaan daerah ke depannya juga bisa mengolah perkebunan, tambang dalam peningkatan pendapatan anggaran daerah lainnya. Hal ini tentu harus beriringan dengan koordinasi bersama Kepala Daerah di setiap kabupaten terkait perizinan usaha. 

 

“Kalau izin usaha perkebunan itu, biasanya dikeluarkan bupati, terkecuali antar kabupaten, misalnya ada dua satu kabupaten dan hanya satu perizinan nah itu gubernur yang mengeluarkan,” tambahnya. (adpim)